Selasa, 19 Februari 2008

Mau Minum Jamu Masuk Angin kok Harus Pintar?!

Itulah tagline dari Bintangin, jamu anti masuk angin, yang cukup menggelitik. Orang yang mendengarnya pasti langsung mengerti bahwa tagline tersebut bermaksud menyerang sang market leader di segmen jamu modern untuk masuk angin, Tolak Angin dari Sidomuncul. Tolak Angin memang mempunyai tagline yang sudah sangat melekat di telinga masyarakat, "Orang Pintar, Minum Tolak Angin".
Tetapi benarkah Bintangin benar-benar ingin "menjatuhkan" Tolak Angin dengan tagline tersebut? Ataukah hanya ingin mencari brand awareness dari masyarakat dengan iklan yang unik dan akan diingat-ingat oleh masyarakat?
Seandainya tagline produk baru dari Bintang Toedjoe itu ingin menyerang Tolak Angin secara frontal dan berharap merebut pangsa pasarnya, menurut saya itu kurang efektif. Karena naif jika mereka berharap masyarakat berpikiran "Saya kan bukan orang pintar, jadi minum Bintangin saja". justru itu dapat menjadi sebuah bumerang seperti anekdot berikut :
Ketika seorang pergi ke warung hendak membeli jamu masuk angin, kemudian ia mengatakan pada penjual, "Beli Bintangin!". Kemudian sang penjual menjawab, "Wah, Anda pasti orang bodoh!"
Ya, mungkin itu hanyalah sebuah anekdot yang tidak terjadi di dunia nyata. Tetapi sebenarnya akan lebih efektif jika Bintangin dalam iklannya lebih mengedepankan harga yang lebih murah atau nilai lebih dengan harga yang sama. Seperti yang dilakukan operator Esia yang secara frontal menyerang operator lain dengan tegas.
Satu lagi yang cukup menarik adalah iklan Tolak Angin yang terbaru. Seolah menunjukkan "kedewasaan" sang market leader, mereka tidak mau melakukan "pembalasan", justru membuat iklan yang bertema budaya dengan kata-kata "orang pintar tau yang benar". Satu hal yang patut diacungi jempol.

TKI, Tenaga Kreatif Indonesia

Sudah cukup bangsa Indonesia menjadi bangsa kuli, yang hanya bisa mengandalkan otot tanpa dihargai otaknya. Entah mengapa seolah bangsa ini senang hal tersebut. Terbukti dari sebutan-sebutan yang digunakan, Tenaga Kerja Indonesia, Tenaga Kerja Wanita, bahkan Mentri/Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Seolah memang bangsa ini hanya menyediakan tenaga kerja. Anehnya, orang yang bekerja sebagai TKI/TKW di luar negeri dianggap sebagai “pahlawan” karena juga memberikan devisa bagi Indonesia, tetapi orang yang bekerja di luar negri karena kepintarannya dianggap tidak nasionalis. Padahal itu karena intelektualitas mereka kurang mendapat penghargaan di dalam negeri.

Sekarang sudah saatnya kita merubah paradigma tersebut, TKI kita artikan sebagai TENAGA KREATIF INDONESIA. Sudah saatnya kita tunjukkan pada dunia bahwa Indonesia merupakan gudang inovasi dan kreatifitas. Sudah saatnya slogan universitas-universitas di Indonesia yang berbunyi “World Class University” kita wujudkan secara lebih riil.

FROM INDONESIA LET’S CHANGE THE WORLD!!!

Minggu, 10 Februari 2008

Trend is Money

Entah karena kurang kreatif atau hanya menuruti selera pasar, itulah gambaran dunia entertainment di Indonesia kita tercinta. Mulai dari dunia musik, film, apalagi sinetron. Seolah-olah para pemain di dunia hiburan kita sedang berjamaah. Ketika ada satu yang membuat suatu trend, maka yang lain akan berbondong-bondong mengikutinya.
Bahkan dunia perfilman yang katanya gudang orang-orang kreatif juga tidak terlalu berbeda. Selalu pada satu waktu sebagian besar film-film yang bermunculan bertema sama, kemudian ketika ada satu yang baru maka rumah produksi lain berbondong-bondong menirunya. Dulu bertema remaja, kemudian demam horror, dan sekarang yang sedang musim adalah bertema humor dewasa yang sedikit banyak mengumbar sensualitas. Seperti Quickly Express, Kawin Kontrak, dan yang terbaru Extra Large (XL) yang dari taglinenya sudah cukup berani.
Di dunia musik, sekarang yang paling klise adalah lirik bertema perselingkuhan. Bahkan bukan hanya band “ecek-ecek” seperti Kangen Band. Matta, T2, dan beberapa band baru lainnya, band sebesar Ungu pun tak ketinggalan. Apakah anak muda di negri ini sedang hobby berselingkuh? Selain itu sekarang sedang trend musik bernada melayu. Hampir semua band baru menggunakan jenis musik tersebut. Beberapa kalangan mengatakan terjadi kemunduran selera musik di Indonesia, mungkin benar, tetapi anggap saja itu sekedar trend baru (yang kurang bermutu).
Tetapi dunia hiburan kita tetap mempunyai sosok-sosok yang patut di acungi jempol. Seperti Dedi Mizwar, Garin Nugroho, Beberapa band besar (Gigi, Nidji, Letto, dll). Juga sosok yang penuh kontroversi dan hobby membuat sensasi, Ahmad Dhani. Dengan segala kekurangannya, kreativitas bermusiknya tetap luar biasa.
Juga salut untuk Metro TV dan TVRI yang konsisten dengan tayangan yang berkualitas dan mendidik, walaupun harus rela untuk tidak menduduki jajaran atas televisi di Indonesia karena rating yang rendah. Suka atau tidak suka itulah gambaran selera penonton Indonesia. Yang terakhir, saya menghargai Indosiar yang konsisten dengan tayangan tidak bermutu dan Lativi yang konsisten dengan tayangan berbau sensualitas. Salut!

Selasa, 11 Desember 2007

Saatnya jadi entrepreneur!

Menurut prediksi para ahli, pada tahun 2020 mendatang, yang akan menguasai negeri ini adalah para entrepreneur (wirausahawan) muda. Pada saat awal Indonesia merdeka, negeri ini dikuasai oleh para intelektual muda, kemudian semasa orde baru dikuasai para militer, dan hingga kini yang memegang puncak jabatan di negeri ini adalah para aktifis. Kalau nantinya yang akan berkuasa adalah entrepreneur, mengapa harus sekolah tinggi-tinggi? Bukankah cukup dapat menghitung? Karena sesungguhnya perubahan masa ini adalah sebuah akumulasi dari masa-masa sebelumnya. Untuk menjadi entrepreneur, diperlukan kecerdasan, kreatifitas, dan inovasi seperti intelektual. Diperlukan pula kedisiplinan yang tinggi seperti militer. Dan juga kemampuan mambangun relasi serta manajemen seperti aktifis. Jadi tidak ada alasan untuk meninggalkan sekolah untuk menjadi seorang entrepreneur.
Tetapi, tidak ada alasan juga untuk tidak menjadi entrepreneur saat masih sekolah. Banyak para mahasiswa yang memulai usaha saat tahun ke-2, entah karena desakan ekonomi atau karena keinginan menjadi pengusaha. Tetapi tidak sedikit di antara mereka yang sukses dan kini memiliki gerai di tingkat nasional.
Bagaimana kalau tidak ada modal? Buat saja konsep yang matang dan dituangkan dalam proposal yang sistematis dan meyakinkan. Kemudian cari investor, jadi kita menjadi menejer.
Yang terpenting adalah ide. Bagaimana mencari sebuah inovasi yang layak jual. PURPLE COW (sapi ungu) adalah analoginya.

Televisi. mendidik atau membodohi?

TV, sebuah hiburan yang kini menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu TV menjadi pembawa informasi yang paling ampuh. Tak mengherankan jika TV merupakan media iklan yang paling laris, jauh di atas media cetak, radio, maupun internet. Tapi apa yang kita dapat ketika nonton TV? Kabar terbaru tentang artist yang terpaksa nyuci sendiri karena ditinggal pembantu mudik (sungguh berita yang sangat penting!!!), atau cerita sinetron yang dibuat-buat dan mudah ditebak (misteri si A ternyata anak dari majikannya), ataukah pelajaran agama yang hebat (seorang kyai punya ilmu seperti Avatar). Yang lebih ironis, acara-acara “bermutu tinggi” seperti di atas yang memiliki rating tinggi (walaupun diragukan kredibilitasnya). Sehingga banyak menyedot iklan. Makin senanglah produser membuat acara-acara demikian.
Lebih bagus lagi acara yang sekarang sedang digandrungi anak-anak, Si Entong, Si Eneng dan kawan-kawan. Sekilas tampak religius, dengan banyaknya ucapan Subhanallah dan Alhamdulillah. Tapi kalau dicermati, ternyata menjadi mengajarkan anak-anak berpikir instant, irrasional, bahkan mengarah ke tahayul. Dengan sekali berdoa, langsung apa yang diinginkan terkabul. Sama halnya Si Eneng, dari judulnya yang sering mengandung kata “ajaib”, sudah bisa ditebak betapa tingginya ilmu fisika yang digunakan dalam ceritanya.
TV, sebenarnya dapat membawa manfaat yang sangat besar, khususnya dalam penyampaian informasi. Tinggal bagaimana stasiun TV, pemasang iklan, juga masyarakat, dapat menghasilkan suatu system pertelevisian yang sehat. Dapat untung banyak, tapi tidak membodohi, kalau bisa justru mencerdaskan.

Tetralogi Laskar Pelangi

Novel sudah banyak bermunculan sejah bertahun-tahun lalu, tapi untuk segmen remaja, tema yang di ambil hampir tak pernah berubah. Tentang cinta yang dipersempit artinya, dan budaya hedonisme. Banyak yang mengira begitulah tuntutan pasar, sehingga novel-novel (yang kemudian melahirkan film) yang muncul juga mengikuti arus itu. Tetapi siapa sangka, kemunculan tetralogi Laskar Pelangi yang diawali dengan novel berjudul Laskar Pelangi mampu menggebrak pasar. Pengarangnya, Andrea Hirata, mampu memberikan nuansa naru di dunia pernovelan. Dengan basic seorang sarjana ekonomi yang juga mendalami sains, anak daerah yang menjadi lulusan Universite de Paris ini banyak menggunakan istiliah-istilah ilmiah dan banyak memberi glosarium baru bagi pembacanya.
Tetralogi Laskar Pelangi mempunyai 4 sequel yaitu Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov. Saat ini saya baru membaca sampai dengan Edensor. Sequel-sequel tersebut mempunyai kesamaan di sisi penggunaan bahasa juga pemilihan kalimat. Laskar Pelangi menceritakan saat masa mulai sekolah di SD Muhammadiyah, Sang Pemimpi menceritakan saat masa SMA, kuliah, dan mendapat beasiswa Uni Eropa, sedang Edensor menceritakan petualangannya di Eropa.
Yang menarik adalah bagian-bagian novel ini (di sebut mozaik) saling berkaitan satu sama lain. Sehingga memang lebih mengena jika membaca urut dari awal. Hebatnya semua itu teralur secara tak wajar. sehingga membacanya menjadi sangat menghibur, dan tak jarang menjadi seperti orang gila senyum-senyum sendiri. Banyak pengamat yang mengatakan bahwa pembaca mulai bosan dengan tema novel yang itu-itu saja, sehinggu embutuhtan cerita yang fresh dan lebih berbobot.

Senin, 10 Desember 2007

UGM Kampus Tak Berpendidikan

UGM kampus yang tidak berpendidikan?Jangan marah dulu Pak rektor, maksud saya UGM kampus tidak ber Fakultas Pendidikan, jadi kampus yang berpendidikan ya UNY!hehehe…
Tapi,(mulai serius) kita semua tahu bahwa para petinggi negara kita memang didominasi alumni dari kampus-kampus paling top di Indonesia, seperti UI,ITB,UGM, atau almamater Sang Presiden IPB. Namun,yah….adakah di antara kita merasa puas dengan kinerja pemerintahan selama ini?baik eksekutif (termasuk mentri2nya), legislatif, dan yudikatif. Korupsi di mana-mana. Dan mereka yang korupsi bukan yang waktu mahasiswa bukan aktifis. Justru para aktifis kampus (yang suka panas2an dan teriak2 anti korupsi) lah yang kebanyakan menjadi politikus. Jadi, mau tidak mau pola pendidikan kita memang harus banyak perbaikan. Jangan sarjana elektro cuma bisa nyolder, tapi juga harus dibekali pengetahuan-pengetahuan lain diluar disiplin ilmunya.
So, kapan indonesia mulai bangun?? maju terus pendidikan Indonesia, tembus 100 besar universitas dunia!!!